Sebuah Refleksi Pilkada Halmahera Utara tahun 2024

Oleh : Jenfanher Lahi. S.Pd. (Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Halmahera Utara).

Opini, Politik55 Dilihat

Pesta Demokrasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara tahun 2024 telah usai, dan Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Dr. Piet Hein Babua, M.Si. dan Dr. Kasman Hi. Ahmad, M.Pd peraih suara terbanyak yakni 37.775 suara dan telah mengucapkan sumpah janjinya untuk melaksanakan tugas jabatannya selama 5 (lima) tahun kedepan, tentunya banyak harapan masyarakat kepada Bupati dan Wakil Bupati terpilih membawa negeri Hibualamo lebih baik.

Sekedar pengingat saja bahwa Pilkada Halut 2024 berakhir di Mahkamah Konstitusi, Keputusan KPU Halmahera Utara digugat oleh tiga Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati (1) Muchlis Tapi-Tapi, S.Ag.,MH dan Tonny Laos. S.Th.,M.Sos.M.Th, (2) Steward Leopold Louis Soentpiet, S.T., M.A. dan Maskur Abdullah, S.Sos, (3) Matheus Stefi Pasimanjeku, S.H. dan Dr.Abdul Aziz Hakim, S.H.,M.H.

Putusan MK terkait Pilkada Halmahera Utara juga telah usai, namun pada tulisan ini sebenarnya saya ingin sampaikan yang tidak sempat disampaikan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi pada Sidang dengan agenda Keterangan Saksi pada tanggal 12 Februari 2025 kemarin. Dimana Saksi Ahli Dr. Sultan Alwan dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati (1) Muchlis Tapi-Tapi, S.Ag.,MH dan Tonny Laos. S.Th.,M.Sos.M.Th ataup erkara Nomor 93/PHPU.BUP-XXIII/2025, menyampaikan Bawaslu Halmahera Utara tidak tuntas menangani laporan dugaan pelanggaran perbuatan tercela oleh salah satu Calon Bupati Halmahera Utara.

Selain itu Saksi Ahli juga menyampaikan seharusnya Bawaslu Halmaherq Utara menetapkan sebagai temuan ketika laporan yang disampaikan ke Bawaslu tidak memenuhi syarat formal dan materiil laporan, keterangan saksi ahli menurut saya terkesan menuduh Bawaslu Halmahera Utara tidak profesional dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pada Pilkada.

Pertanyaan adalah apa benar Bawaslu Halmahera Utara tidak tuntas dalam menangani laporan dugaan pelanggaran perbutan tercela oleh salah satu Calon Bupati Halmahera Utara ?

Perlu diketahui bahwa setelah saksi Ahli memberikan keterangan ahli, Bawaslu sempat meminta izin kepada hakim Mahkamah Konstitusi saat itu dipimpin langsung oleh Prof,.Dr. Arief Hidayat.SH namun tidak diberikan kesempatan itu, kami berharap jika diberi kesempatan agar tuduhan tersebut dapat dijelaskan secara baik dan masyarakat Halmahera Utara juga tahu bahwa Bawaslu telah melaksanakan tugas secara profesional, terbuka dan demokratis.

Ketika kesempatan ini datang, saya tidak menyia- nyiakan, dan menjadikan ruang ini adalah kesempatan emas saya untuk menyampaikan pandangan yang sempat tertunda di ruang sidang, meskipun sudah ada keputusan MK terkait Pilkada Halmahera Utara, tapi ini soal kredibilitas dan kinerja lembaga Bawaslu dalam penyelenggaraan Pilkada tahun 2024 kemarin.

Berdasarkan pertanyaan tersebut diatas saya ingin menjelaskan proses penanganan pelanggaran Pilkada Halmahera Utara pada perkara tersebut sehingga khalayak dapat mengetahui dan memahami, apalagi saya selaku Kondiv Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa tentunya memiliki tanggungjawab moril untuk menyampaikan kepada publik.

Selain itu, saya menganggap ini merupakan peristiwa penting yang harus ditulis, menurut saya menulis peristiwa – peristiwa demokrasi pada tahapan Pilkada di daerah kita sendiri tak lain adalah kita menjaga memori kolektif bangsa, sehingga tidak dilupakan oleh generasi penerus, semangat kedua kenapa saya harus menulis hal ini adalah sebagai bahan evaluasi dan refleksi pelaksanaan penanganan pelanggaran pada Pilkada tahun 2024, saya berharap ini sebagai bahan pembelajaran kita semua.

Landasan Yuridis

Dalam pemilihan Kepala Daerah baik Pemilihan Gubernur, Bupati kabupatendan Walikota pada tahun 2024 kemarin, dasar hukumnya dalam pelaksanaan penanganan pelanggaran pemilihan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 9 Tahun 2024 Perubahan atas Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

Semua laporan wajib ditindaklanjuti

Setiap laporan atau temuan sifatnya wajib menindaklanjuti oleh Bawaslu, dan setiap laporan yang ditindaklanjuti tidak semua harus sesuai dengan keinginan pelapor, semua ada mekanismenya yang diatur dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024, misalnya laporan telah disampaikan dan diterima oleh Bawaslu, selanjutnya Bawaslu melakukan kajian awal, hasilnya laporan tersebut tidak dapat diregistrasi itu juga bagian dari tidaklanjut, jika kita lihat dalam perjalasan Undang-Undang “menindaklanjuti” adalah mengambil langka selanjutnya, baik menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti. Berbeda kasus jika laporan diterima dan didiamkan atau sengaja didiamkan dengan status hukum tidak jelas ini baru bisa dikatakan laporan tidak dapat ditindaklanjuti.

Kita masuk pada permasalahannya, pada tanggal 10 September 2024 kurang lebih pukul 15:45 Wit pelapor Jurait Lidawa.SH yang tak lain adalah Tim Hukum Pasangan Calon Bupati Muchlis Tapi-Tapi dan Tonny Laos melaporkan Calon Bupati Halmahera Utara Dr. Piet Hein Babua terkait dugaan melakukan perbuatan tercela, dengan melampirkan sejumlah bukti laporan sembari diberikan surat tanda bukti penyampaian laporan, yang dicetak dua rangkap, satu untuk pelapor dan satunya lagi untuk Bawaslu Halmahera Utara yang diserahkan pada hari yang sama.

Setelah laporan diterima, tahapan selanjutnya adalah melakukan kajian awal atas laporan yang disampaikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) & (2) Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 Perubahan atas Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Kajian awal dilakukan paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak laporan disampaikan.

Kajian awal ini dilakukan dengan tujuan adalah Bawaslu melakukan penelitian (1) keterpenuhan syarat Formal dan syarat Materiel Laporan, (2) Jenis dugaan pelanggaran, perlu diketahui juga dalam kajian awal selain meneliti sebagai mana pasal 9 ayat 1 dan 2, juga untuk menentukan Laporan apa benar termasuk pelanggaran pemilihan atau sengketa pemilihan. Dalam setiap kesempatan penulis selalu menyampaikan bahwa kajian awal kasus dilakukan untuk mengidentifikasi dan memahami laporan dugaan pelanggaran yang terjadi pada proses pemilihan, hal ini penting untuk memastikan bahwa proses penanganan pelanggaran berlangsung secara adil, transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Setelah dilakukan kajian awal atas laporan tersebut diatas ternyata ditemukan, Pertama pelapor telah mengetahui peristiwa tersebut sejak tanggal 5 Agustus 2024 ini diketahui dalam berkas laporan tercatat dengan baik dan didukung dengan bukti-bukti, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 /Pasal 9 ayat 4 huruf c Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 telah diatur dengan jelas bahwa waktu penyampaian laporan tidak melebihi ketentuan paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diketahuinya dan/atau ditemukannya dugaan pelanggaran, artinya laporannya tidak memenuhi syarat formal lagi. Semestinya ketika pelapor telah mengetahui peristiwa tersebut pada tanggal 5 Agustus 2024, selambat-lambatnya pelapor harus melaporkan ke Bawaslu pada tanggal 11 Agustus 2024, bukan baru dilaporkan pada tanggal 10 September 2024, jika syarat formal ini tidak memenuhi unsur, laporan tidak dapat diregistrasi lagi karena sudah kadaluarsa. Dalam hal syarat formal tidak memenuhi syarat sebagaimana pasal 9 ayat 4 huruf c bahwa laporan yang tidak tidak terpenuhi syarat maka laporannya tidak diregistrasi dan ini secara tegas diatur dalam Perbawaslu yang menjadi pedoman kita dalam proses penanganan pelanggaran pada Pilkada tahun 2024 kemarin. Inilah alasan kenapa Bawaslu tidak lagi memberikan kesempatan kepada pelapor untuk memperbaiki atau melengkapi berkas laporan, sebagaimana telah diatur dalam Perbawaslu 9 tahun 2024. Singkatnya tidak mungkin Bawaslu menindaklanjuti lebih lanjut terkait laporan yang tidak memenuhi syarat hukum lagi, jika Bawaslu proses laporan tersebut, sudah pasti Bawaslu sudah menyalahi prosedur tentang tata cara penanganan pelanggaran pemilihan.

Bedah kasus, jika hasil kajian awal laporan pelapor memenuhi syarat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diketahuinya dan/atau ditemukannya dugaan pelanggaran dan laporannya masuk dalam kategori sebagai pelanggaran hukum pemilihan, akan tetapi bukti-buktinya kurang, uraian kejadian tidak jelas, atau identitas terlapornya belum jelas dan lainnya (syarat materiil) maka laporan pelapor dapat memenuhi syarat untuk diberikan kesempatan kepada pelapor untuk memperbaiki selama dua hari. Oleh karena itu saya berpandangan keterangan ahli terkait dengan perkara penanganan pelanggaran pemilihan pada Pilkada Halmahera Utara 2024 di Mahkamah Konstitusi justru tidak tuntas memahami Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.

Kedua sejak pelapor melaporkan ke Bawaslu, petugas penerima laporan sudah mengkonfirmasi apakah ada bukti lain, dalam hal ini Putusan Pengadilan yang menerangkan bahwa terlapor terbukti melakukan perbuatan tercela, namun pelapor menyampaikan tidak ada namun kasus tersebut sudah dilaporkan laporan polisi dengan melampirkan bukti Laporan ke SPKT Polres Halmahera Utara Nomor : STPL/258/VIII/2024/SPKT/Res.Halut pada tanggal 14 Agustus 2024. Bukti – bukti laporan tersebut menjadi dasar Bawaslu melakukan kajian awal laporan dugaan pelanggaran, dan hasilnya laporan pelapor tidak memenuhi kriteria hukum pemilihan atau sehingga bukan menjadi kewenangan Bawaslu untuk menanganinya.

Sebab seseorang diputuskan melakukan perbuatan tercela bukan menjadi ranah Bawaslu, akan tetapi lembaga peradilan lainnya yang memiliki kewenangan hukum, karena setiap lembaga penegak hukum memiliki kewenangan masing-masing yang diatur undang-undang, kewenangan ini terkait dengan jenis perkara yang boleh ditangani, wilayah hukum dan tingkatannya. ini sesuai dengan prinsip hukum kita di Indonesia bahwa setiap penegak hukum memiliki batas kewenangan, jika penanganan perkara diluar kewenangan hukum sudah dapat dipastikan atau berpotensi menimbulkan masalah hukum.

Status hukumnya akan berbeda jika pelapor dapat melampirkan bukti putusan pengadilan, hasilnya akan berbeda dan prosesnya akan tetap berlanjut dan diduga kuat Calon Bupati yang dilaporkan tidak lagi memenuhi syarat lagi sebagai Calon Bupati Halmahera Utara, bukti Laporan ke kepolisian, Bawaslu tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk memutuskan yang bersangkutan terbukti melakukan perbuatan tercela, pada prinsipnya Bawaslu sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang ada baik Perbawaslu maupun PKPU.

Dengan dua alasan hukum inilah Bawaslu menyampaikan surat pemberitahuan kepada pelapor bahwa laporan pelapor tidak dapat diregistrasi karena bukan menjadi kewenangan Bawaslu Halmahera Utara untuk menangani. Perlu saya sampaikan tidak semua pelanggaran yang terjadi pada tahapan pemilihan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilihan, contoh pada saat kampanye, massa kampanye melakukan konvoi dijalan raya, ditemukan massa kampanye menggunakan motor tidak menggunakan helm, apakah ini pelanggaran? tentunya ini pelanggaran tapi bukan sebagai pelanggaran pemilihan.

Selanjutnya saya ingat betul apa yang disampaikan ahli dari pihak Termohon (KPU Halut) Dr. Rudhi Achsoni Dosen Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara pada Sidang Pilkada Halmahera Utara di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 12 Februari 2025, mengatakan KPU dan Bawaslu dalam bekerja harus tegak lurus apa kata PKPU dan Perbawaslu, jika tidak resiko hukum ada didepan mata. Dari sini kita bisa lihat bahwa Bawaslu harus bekerja sesuai apa yang diatur dalam undang-undang atau Perbawaslu, diluar dari itu tidak dibolehkan.

Saya ingin sampaikan bahwa jika pelapor atau tim hukum memahami hukum pemilihan, semestinya sejak KPU Halmahera Utara menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara tahun 2024, pelapor/pemohon melakukan adjudikasi penyelesaian sengketa pemilihan ke Bawaslu, tapi hal itu tidak terjadi sama sekali atau tidak memanfaatkan ruang itu yang diberikan undang-undang, artinya pihak yang dirugikan sudah menerima keputusan KPU.

Alasan tidak ditetapkan sebagai Temuan

Pada sidang di MK, Ahli Dr Sultan Alwan menyampaikan laporan yang tidak diregistrasi atau tidak memenuhi syarat formal dan materiil, seharusnya Bawaslu tetapkan sebagai temuan. Perlu saya sampaikan Perbawaslu dari Pilkada ke Pilkada selalu diperbaharui, di Pilkada tahun 2024 dasar hukum penanganan pelanggaran yang dipakai adalah Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024, dalam Perbawaslu tersebut Bawaslu tidak langsung menetapkan sebagai temuan apa bila laporan yang tidak memenuhi syarat formal dan materiil, ada prosesnya sebelum ditetapkan sebagai temuan, yaitu jadikan sebagai informasi awal dugaan pelanggaran, tujuannya untuk dilakukan penelusuran, hasilnya bisa terpenuhi atau tidak terpenuhi untuk ditetapkan sebagai temuan dan itu diputuskan dalam rapat pleno pimpinan sebagai putusan tertinggi. Jadi ada prosesnya hukum yang dilalui sebelum ditetapkan temuan.

Kaitannya dengan laporan tersebut hasil kajian awalnya seperti penjelasan saya diatas, telah mengetahui tidak dikategorikan sebagai pelanggaran hukum pemilihan, dalam ketentuan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 telah mengatur secara jelas laporan yang yang dikategorikan bukan pelanggaran pemilihan dapat diteruskan ke instansi / lembaga lain untuk menanganinya, maka tidak ada ruang Bawaslu untuk menindaklanjuti perkara tersebut dalam bentuk temuan yang notabennya bukan menjadi kewenangan Bawaslu.

Sebuah pelajaran dan refleksi bersama

Dasi sini kita dapat belajar bersama bahwa pelapor harus punya kedalaman pengetahuan terkait dengan Hukum Pemilihan atau memahami prosedur penanganan pelanggaran pemilihan, Bawaslu sebagai lembaga penegakkan hukum pemilihan bekerja sesuai dengan diamanatkan oleh konstitusi kita, kita sebagai penyelenggara pemilu baik Bawaslu dan KPU tidak bole secara agresif dalam melakukan pekerjaan, meminjam kata Dr. Rudhi “jika tidak, akan berakhir dengan tragis,”, dan ini semua soal integritas dan mewujukan pemilihan Kepala daerah yang demokratis dan bermartabat, Integritas penyelenggara Pemilu sangat penting untuk mewujudkan Pemilihan Kepala Daerah yang adil dan jujur itu nasehat Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam setiap kesempatan (**).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *